Pernah ada seorang penulis yang
dulunya punya segudang mimpi yang mungkin sulit didapatkannya dari latar
belakangnya saat itu. Sama seperti anak muda lainnya, ia melakukan berbagai
cara untuk membuat masa depannya cerah.
Ia punya banyak mimpi. Punya karier
cemerlang di usia muda, memulai perjalanan sebagai pebisnis sembari terus
meniti karier, menulis buku yang bisa terjual ratusan ribu eksemplar, dikenal
sebagai penulis dengan buku-bukunya yang best seller, pindah ke rumah yang
lebih baik, hingga bisa mengunjungi semua tempat impian yang sengaja ia jadikan
wallpaper di ponselnya.
Semua mimpi itu tertanam kuat di
kepalanya. Ia menata masa mudanya dengan mimpi-mimpi indah itu. Mimpi yang
membuat paginya terasa bersemangat memulai hari.
Namun ternyata, jalan terjal tak
dapat dihindarinya.
Tak terhitung berapa banyak waktu
yang ia gunakan untuk meraih semua mimpi-mimpinya. Namun seringkali dikecewakan
oleh keadaan.
Ia gagal mendapat pekerjaan.
Menjadi penulis pun ternyata tak membantu banyak mencukupi kebutuhannya. Dan
satu-satunya hal yang mungkin menjadi titiknya merubah haluan adalah berbisnis.
Ia tahu ini sulit, terlebih tak punya pengalaman dalam bidang ini.
Berbicara saat interview kerja
saja selalu nervous, malah mencoba berjualan yang notabennya akan berbincang
dengan banyak orang.
Namun ia masih memiliki sedikit keyakinan
saat itu. Suatu saat ia akan berhasil meraih semua mimpinya. Meski mungkin
jalan yang lebih terjal akan datang lagi kepadanya.
***
Sepanjang perjalanan itu, ia tak
hanya mengalami kegagalan, namun juga keberhasilan. Lalu kembali mengulang
proses yang sama.
Lambat laun mimpinya tentang
keberhasilan-keberhasilan itu membuatnya tercekik. Orang-orang di sekitarnya
terus mempertanyakan langkah berikutnya yang akan ia ambil. Merasa setiap
langkah yang dilaluinya tak berefek besar pada mimpinya yang terasa seperti
gunung pencakar langit.
Hingga mimpi yang awalnya terasa
menyenangkan, lama-lama terasa menyakitkan.
Nyatanya, ia terus bergerak
sembari menunggu hingga keberhasilan itu datang dan dirinya bisa berucap kepada
orang-orang yang selalu mempertanyakan kehidupannya dengan kalimat, “Lihat,
saya berhasil dengan segala mimpi yang sulit dicapai itu.”
Tapi ucapan itu tak pernah
terdengar hingga kini.
Mengapa keberhasilan itu tak juga
datang kepadanya? Mengapa semuanya terasa sulit untuk dimengerti? Dan kapan ia
bisa merayakan keberhasilan, seperti orang-orang yang sering ia lihat?
Tidak, ia belum menyerah. Lebih
tepatnya, tak ingin menyerah. Ia hanya tak ingin lagi menunggu keberhasilan itu
datang lantas merayakannya penuh suka cita.
Ia hanya lelah menangisi
kegagalan. Jadi diputuskannya untuk merayakan berbagai kegagalan yang ia terima.
Merayakan perjalanan panjang nan melelahkan yang masih tak terlihat ujungnya
itu.
Mulai saat itu dan seterusnya, ia
mencoba menikmati proses panjang itu. Hingga bila nanti keberhasilan itu
datang, ia tak lagi menikmati hasil dengan penuh haru dan suka cita, melainkan
bersyukur dengan semua yang telah dilaluinya.
Saya Fatma, dan saya adalah
penulis itu.
Saya tahu saya penuh kekurangan.
Saya sadar tak bisa mengikuti lebar langkah kaki dari orang-orang yang sudah
berhasil.
Maka dari itu saya akan merayakan kegagalan ini dengan penuh suka
cita. Dengan langkah kaki saya sendiri, tanpa harus melihat ke sekeliling.
Saya tahu tulisan ini mungkin terkesan lebay buatmu. Tapi di antara para pembaca, ada yang mengalami nasib serupa. Mengejar keberhasilan yang entah kapan akan menemui garis finish. Tak ada salahnya untuk saling menguatkan, bukan?