Review Novel Bibi Gill: Antara Kegelapan dan Harapan



Novel Bibi Gill yang ditulis oleh salah satu penulis Indonesia, Tere Liye, adalah kelanjutan dari novel sebelumnya yang berjudul Si Putih. Hanya saja cerita kali ini terfokus pada sosok Bibi Gill, petualang antar klan yang juga seorang pengintai dengan kemampuannya yang luar biasa. Dengan wajah samaran yang tak menandakan dirinya berusia lebih dari 800 tahun.

# Ringkasan Cerita

Cerita diawali dengan pertempuran lanjutan antara Bibi Gill dengan seorang Raja yang juga pengendali hewan di sisi klan Polaris lainnya. Si Putih dan Kakek Tua yang kehilangan sosok N-ou yang tertinggal di sisi klan satunya membuat mereka memutuskan untuk ikut dalam perjalanan panjang Gill dalam mencari kekuatan terbesar.

Berbekal informasi dari sang raja, Gill memutuskan untuk mencari induk naga. Lantas melakukan bonding dengannya demi mendapatkan kekuatan besar untuk melawan makhluk malam, monster yang menghancurkan seluruh kehidupannya. 

# Character Building

Jika membahas karya Tere Liye, rasanya tak perlu diragukan lagi tentang perkembangan karakter antar tokoh. Dalam buku ini Pak Tua dengan Si Putih seolah bertukar peran, dengan Pak Tua yang menjadi tokoh penting nomor 2 dalam cerita ini. 

Pak Tua yang dalam novel sebelumnya digambarkan dengan sosok kakek tua merepotkan, kini mulai mendapatkan tempatnya dalam cerita. Sedangkan Si Putih, kucing yang melakukan bonding dengan N-ou kehilangan kekuatannya dan kini terlihat seperti kucing pada umumnya.

Tokoh utama Gill yang awalnya sangat tertutup dan berbicara seadanya juga perlahan mulai membuka diri. Menariknya hal ini tak terjadi begitu saja, namun didorong oleh kekuatan milik Pak Tua yang saat itu disadari Gill. Kemampuan unik yang muncul dalam DNA miliknya, yang walau terkesan tak berguna nyatanya menjadi tombak penting dalam cerita ini.

# Keunikan



Seperti pada series-series sebelumnya, unsur khas Indonesia juga masih terasa dalam cerita ini. Penulis menciptakan portal menuju klan Polaris Minor yang berbentuk engklek, permainan tradisional dari Indonesia yang dilakukan dengan cara melompati kotak demi kotak hingga batu yang dibawanya bisa sampai ke posisi paling atas, dan saat itulah permainan berakhir. Bedanya, untuk menuju klan Polaris Minor mereka harus menemukan pola urutan kotak agar pintu antar klan bisa terbuka.

# Alur Cerita

Pada bab 1 hingga 9 mungkin hanya menceritakan tentang perjalanan mereka menuju dan saat berada di klan Polaris Minor. Sebagiannya menceritakan masa lalu Gill yang kehilangan seluruh keluarga, teman, dan seluruh orang yang dikenalnya dalam satu malam pada distrik Malam dan Misterinya.

Hal menarik mulai terjadi di bab 10 akhir, saat banyak hewan purba yang menyerang pemukiman dan membuat Gill mengerahkan seluruh kemampuannya.

Berkat pertarungan dengan hewan-hewan tersebut, kemampuannya juga meningkat pesat. Ia pernah terkena racun dari salah satu jenis hewan purba yang menyerang dan membuatnya kehilangan kesadaran. Namun racun itu justru membuat kekuatannya berkali-kali lebih kuat. 

# World Building

Latar tempat kali ini bisa dibilang lebih terfokus pada klan Polaris Minor, tempat di mana manusia dan hewan purba hidup bersamaan. Adanya dua matahari, serta perubahan siang dan malam dengan durasi yang sangat lama juga menjadi hal baru yang saya temui hanya pada novel ini.

Penggambaran hewan-hewan buas yang sejatinya mirip dengan hewan biasa namun memiliki ukuran yang sangat besar sayangnya tak membuat saya merasa 'wah'. Mungkin karena ekspektasi saya yang berharap bisa menemukan hewan unik yang tak dapat ditemui di kehidupan nyata.

Meski begitu saya selalu menyukai penjelasan Tere Liye mengenai latar tempat, yang membuat para pembaca seolah masuk ke dunia khayalan sang penulis.
 

# Plot Twist

Terdapat tiga plot yang menurut saya sangat menarik dan sepertinya akan sulit untuk melupakannya.

Pertama, tentang siapa itu makhluk malam dan pada situasi apa ia muncul. Yang pada akhirnya terjawab sangat jelas di akhir cerita. 
Plot twist kedua adalah cerita mengenai Si Putih, yang ternyata sengaja dikirimkan Gill bersamaan dengan Si Hitam, kucing yang diberikan Tamus kepada Raib sebagai hadiah saat hari ulang tahunnya. 

Hal ini membuat saya berspekulasi, bisa saja Gill sebenarnya mengetahui semua hal yang terjadi antar klan. Terlebih dirinya telah berpetualang mengelilingi banyak klan dan menjadi guru dari banyak petualang hebat seperti Batozar, Si Tanpa Mahkota, serta Selena. Berbekal pengalamannya, penjaga kantin itu mungkin saja bisa dengan mudah mengetahui berbagai informasi penting, hanya saja mengurangi porsinya untuk ikut campur dan membiarkan semuanya berjalan apa adanya. 

Sepertinya akan sangat menarik bila di kemudian hari Raib bertemu dengan Gill dan menjadi muridnya dalam kelas Malam dan Misterinya.

Ketiga dan yang tak kalah menarik adalah penjelasan dari Batozar dalam bonus chapter. Pengintai berbakat yang juga murid dari Gill tersebut mengungkapkan informasi yang cukup membuat tertegun, tentang Ily yang kemungkinan masih hidup.

# Kekurangan

Terus terang, saya menamatkan novel ini dalam kurun waktu 3 bulan. Berkali-kali lipat lebih lama dari waktu saya membaca novel Bumi dan Bulan.

Meski alur ceritanya cukup menarik, ada beberapa hal yang membuat saya cukup bosan sehingga tak langsung menyelesaikan novel ini.
Cerita tentang pemukiman klan Polaris Minor misalnya, saya merasa ada beberapa bagian yang bisa saja dibuang tanpa memengaruhi alur cerita utamanya. 

Entah bagaimana, hubungan antar penduduk juga tak membuat saya tertarik dan ingin segera berpindah ke alur berikutnya. Namun sekali lagi, ini hanya pendapat pribadi. 

Bagaimanapun semua seri novel Bumi saling berhubungan satu sama lain. Saya akui tak semua novel dalam series ini saya sukai, namun tentu ada hal yang membuat saya tetap bertahan membacanya walau tak pasti kapan series ini akan berakhir.

Rate: 3.9/5




Merayakan Kegagalan



Pernah ada seorang penulis yang dulunya punya segudang mimpi yang mungkin sulit didapatkannya dari latar belakangnya saat itu. Sama seperti anak muda lainnya, ia melakukan berbagai cara untuk membuat masa depannya cerah. 

Ia punya banyak mimpi. Punya karier cemerlang di usia muda, memulai perjalanan sebagai pebisnis sembari terus meniti karier, menulis buku yang bisa terjual ratusan ribu eksemplar, dikenal sebagai penulis dengan buku-bukunya yang best seller, pindah ke rumah yang lebih baik, hingga bisa mengunjungi semua tempat impian yang sengaja ia jadikan wallpaper di ponselnya.

Semua mimpi itu tertanam kuat di kepalanya. Ia menata masa mudanya dengan mimpi-mimpi indah itu. Mimpi yang membuat paginya terasa bersemangat memulai hari.

Namun ternyata, jalan terjal tak dapat dihindarinya.

Tak terhitung berapa banyak waktu yang ia gunakan untuk meraih semua mimpi-mimpinya. Namun seringkali dikecewakan oleh keadaan.

Ia gagal mendapat pekerjaan. Menjadi penulis pun ternyata tak membantu banyak mencukupi kebutuhannya. Dan satu-satunya hal yang mungkin menjadi titiknya merubah haluan adalah berbisnis. Ia tahu ini sulit, terlebih tak punya pengalaman dalam bidang ini.

Berbicara saat interview kerja saja selalu nervous, malah mencoba berjualan yang notabennya akan berbincang dengan banyak orang.

Namun ia masih memiliki sedikit keyakinan saat itu. Suatu saat ia akan berhasil meraih semua mimpinya. Meski mungkin jalan yang lebih terjal akan datang lagi kepadanya.


***


Sepanjang perjalanan itu, ia tak hanya mengalami kegagalan, namun juga keberhasilan. Lalu kembali mengulang proses yang sama.

Lambat laun mimpinya tentang keberhasilan-keberhasilan itu membuatnya tercekik. Orang-orang di sekitarnya terus mempertanyakan langkah berikutnya yang akan ia ambil. Merasa setiap langkah yang dilaluinya tak berefek besar pada mimpinya yang terasa seperti gunung pencakar langit.

Hingga mimpi yang awalnya terasa menyenangkan, lama-lama terasa menyakitkan.

Nyatanya, ia terus bergerak sembari menunggu hingga keberhasilan itu datang dan dirinya bisa berucap kepada orang-orang yang selalu mempertanyakan kehidupannya dengan kalimat, “Lihat, saya berhasil dengan segala mimpi yang sulit dicapai itu.”

Tapi ucapan itu tak pernah terdengar hingga kini.

Mengapa keberhasilan itu tak juga datang kepadanya? Mengapa semuanya terasa sulit untuk dimengerti? Dan kapan ia bisa merayakan keberhasilan, seperti orang-orang yang sering ia lihat?

Tidak, ia belum menyerah. Lebih tepatnya, tak ingin menyerah. Ia hanya tak ingin lagi menunggu keberhasilan itu datang lantas merayakannya penuh suka cita.

Ia hanya lelah menangisi kegagalan. Jadi diputuskannya untuk merayakan berbagai kegagalan yang ia terima. Merayakan perjalanan panjang nan melelahkan yang masih tak terlihat ujungnya itu.

Mulai saat itu dan seterusnya, ia mencoba menikmati proses panjang itu. Hingga bila nanti keberhasilan itu datang, ia tak lagi menikmati hasil dengan penuh haru dan suka cita, melainkan bersyukur dengan semua yang telah dilaluinya.

Saya Fatma, dan saya adalah penulis itu.

Saya tahu saya penuh kekurangan. Saya sadar tak bisa mengikuti lebar langkah kaki dari orang-orang yang sudah berhasil. 

Maka dari itu saya akan merayakan kegagalan ini dengan penuh suka cita. Dengan langkah kaki saya sendiri, tanpa harus melihat ke sekeliling.

Saya tahu tulisan ini mungkin terkesan lebay buatmu. Tapi di antara para pembaca, ada yang mengalami nasib serupa. Mengejar keberhasilan yang entah kapan akan menemui garis finish. Tak ada salahnya untuk saling menguatkan, bukan?