Photos

3-latest-1110px-slider

Review Buku Malice - Keigo Higashino : Plot Twist Tak Terduga




Sudah mati dibunuh, karya-karyanya malah dianggap mencuri ide milik orang lain. Nasib sial ini dialami oleh salah satu tokoh yang berkarir sebagai penulis dalam novel detektif karya Keigo Higashino berjudul Malice. Novel pertama dari seri detektif Kaga ini adalah awal mula karier serta cerita masa lalu sang detektif bernama Kaga Kyoichiro.


Detail Buku

Judul Buku: Malice - Catatan Pembunuhan sang Novelis

Penulis: Keigo Higashino

Penerbit: PT. Gramedia Pustaka Utama

Jumlah Halaman: 304


Sinopsis singkat novel Malice



Berawal dari ditemukannya sang penulis terkenal bernama Hidaka Kunihiko dalam keadaan sudah tak bernyawa di rumahnya sendiri sehari sebelum keberangkatannya ke Kanada, Detektif Kaga Kyoichiro bertemu dengan mantan rekan kerjanya yang bernama Nonoguchi Osamu.

Tak hanya sebagai mantan rekan kerja Kaga saat menjadi guru, Nonoguchi juga merupakan sahabat dari Hidaka dan juga merupakan seorang penulis. Nonoguchi dan istri dari Hidaka, Hidaka Rie, adalah dua orang yang pertama kali menemukan Hidaka yang sudah tewas di ruang kerjanya.

Kepolisian mulai menyelidiki berbagai kemungkinan termasuk tersangka yang mungkin berada di sekitar Hidaka. Hingga akhirnya mengerucutkan tersangka dan menjadikan Nonoguchi sebagai tersangka utama.

Nonoguchi sudah tertangkap, namun yang menjadi masalah adalah motif di balik pembunuhan tersebut. Nonoguchi mengiayakan bahwa ia telah membunuh Hidaka. Tak perlu bersusah payah, Kaga telah merincikan semua adegan pembunuan tersebut.

Namun Kaga terus menerus dilanda gelisah. Ia merasa ada yang disembunyikan Nonoguchi. Hingga ia memutuskan untuk menggeledah apartemen milik Nonoguchi dan menemukan banyak naskah yang mirip dengan novel-novel milik Hidaka.

Apa arti salinan naskah tersebut? Dan apa motif sebenarnya Nonoguchi membunuh Hidaka?


Review Novel Malice


Berlatar cerita dari tokoh yang seorang penulis, novel ini terbilang sangat unik. Di awal cerita, akan ada banyak point of view dari Nonoguchi Osamu yang tulisannya dirangkai seolah ia sedang membuat sebuah novel. 

Novel di dalam novel. Sangat menarik, bukan?

Kamu akan diajak menemukan siapa pelakunya, dan apa motif pelaku dari detail cerita yang ditulis Nonoguchi. Menemukan apa yang janggal dari tulisannya, dan menghubungkan beragam cerita serta bukti yang ditemukan di TKP.

Yang paling menarik dalam cerita ini adalah plot twist yang diberikan. Akan ada 'kejutan' palsu yang bisa membuat pembaca takjub, namun dipatahkan dengan plot twist lain yang muncul di akhir cerita.

Di serial ini masa lalu Detektif Kaga juga sedikit diuraikan. Kaga yang dulunya seorang guru sedikit banyak membantu dalam memecahkan kasus ini, yang ternyata masalahnya lebih dalam dari sekedar kasus pembunuhan. 



Review Buku Animal Farm - George Orwell : Buku Fabel yang Menguras Emosi


Baru kali ini saya membaca sebuah buku fabel (buku cerita dengan tokoh hewan yang berperilaku seperti manusia) yang sangat menguras emosi. Bukan, bukan emosi seperti mengharu biru, melainkan rasa marah dan benci.

Seperti judulnya, buku ini bercerita tentang sekelompok hewan yang hidup di sebuah peternakan. Dan seperti yang kita tahu, bahwa manusia memanfaatkan hewan-hewan tersebut untuk mendapatkan manfaat darinya. Seperti susu dari para sapi perah, telur dari ayam, dan sebagainya. 

Dan yang menyedihkan adalah, apabila hewan tersebut sudah melewati masa manfaatnya, maka akan dipenggal untuk diambil dagingnya. Dan tampaknya hal tersebut dianggap sangat kejam oleh para hewan.

Singkatnya, hewan-hewan ini lantas mencari cara agar bisa terbebas dari manusia dan menjalani peternakan milik mereka sendiri. Di mulai dari seekor babi tua yang dipanggil Mayor Tua, bermimpi hewan-hewan dapat berdiri di atas kaki mereka sendiri, hidup damai tanpa gangguan manusia.




Dari mimpi menuju revolusi

Sepertinya mimpi yang didapatkan Mayor Tua adalah pesan terakhirnya sebagai pemimpin para hewan di peternakan. Hingga posisinya lantas digantikan oleh dua ekor babi: Snowball dan Napoleon, yang pada akhirnya memutuskan untuk menjadikan mimpi Mayor Tua menjadi kenyataan.


Upaya mereka berhasil. Para manusia lari terbirit meninggalkan peternakan. Dan para hewan mulai merencanakan berbagai agenda.

Dimulai dari membuat beberapa peraturan, Snowball mulai membuat tujuh aturan tertulis di tembok. Di mana salah satunya menjelaskan bahwa semua hewan setara. Walau sayang, tak semua hewan secerdas para babi, hingga dibuatlah kalimat sederhana itu, "Kaki Empat Baik, Kaki Dua Jahat!"

Mereka mulai menjalankan beberapa kegiatan. Seperti memanen jagung, memerah susu, menaburkan benih, serta berbagai hal sendiri. Para babi yang dianggap lebih cerdas ketimbang hewan lainnya menciptakan berbagai sistem yang memudahkan mereka hidup tanpa manusia.

Terlihat tak ada tanda-tanda kekacauan, bukan? Namun ternyata, hal ini menjadi awal dari malapetaka yang sesungguhnya.


Haus Kekuasaan

Para babi yang lebih pintar dari hewan lain memang sangat membantu pada awalnya. Snowball terutama, ia menciptakan berbagai sistem agar memudahkan pekerjaan para hewan. Dan sebagai gantinya, para babi diberi keistimewaan tertentu, tentunya atas jasa yang telah mereka berikan.

Para babi mulai mendapatkan susu. Mereka juga mendapatkan buah apel dari  hewan lain yang mengumpulkannya. Mereka sangat pintar berargumen. Memberi berbagai alasan yang dianggap masuk akal oleh hewan lainnya.

Napoleon tak mau kalah. Ia yang awalnya iri dengan berbagai sistem praktis yang diciptakan Snowball mulai merencanakan sesuatu. Dengan anak anjing yang dirawatnya dengan dalih memberi pendidikan dini, ia berhasil mendapatkan kekuasaan telak dengan mengusir Snowball dari peternakan.

Semua hewan yang tak menuruti perintahnya dilibas habis oleh keempat anjing yang dirawatnya. Membuat semua hewan terpaksa menuruti berbagai keinginan Napoleon.


Awal mula kepemimpinan diktator

Napoleon mulai melanggar tujuh aturan tertulis, satu-persatu. 

Memanfaatkan kemampuan membaca dan mengingat para hewan yang terbatas, ia mengubah aturan tersebut sedikit demi sedikit. Lantas mengubah cerita asli di mana Snowball yang berperan besar dalam kemerdekaan, menjadi Snowball yang pengecut dan pemberontak. Semua dilakukannya tanpa celah, tanpa paksaan, berjalan sangat mulus.

Napoleon semakin di atas angin. Slogan, "Semua hewan adalah setara," mulai berubah menjadi, "Semua hewan adalah setara, tapi beberapa lebih setara dari yang lain." Menjadikan para babi dan anjing menduduki kekuasaan tinggi dibandingkan hewan lain.

Hewan lain bekerja tanpa henti dengan pakan yang terbatas, sementara babi dan anjing duduk bersantai dan menikmati makanan berlimpah. Hewan lain kedinginan di tengah cuaca ekstrim, sementara para anjing dan babi tidur di tempat hangat. 

Namun mirisnya, sebagian besar hewan masih menganggap Napoleon adalah pemimpin yang baik, berkat kemampuannya memutar-balikkan fakta.

Ia mulai melanggar berbagai hal. Melakukan berbagai hal yang dulu manusia juga lakukan. Bahkan yang terburuk, mengirim seekor kuda bernama Boxer, yang dikenal sangat baik hati dan pekerja keras ke tempat penyembelihan hewan karena sudah tua dan sakit-sakitan.


Novel satir politik

Buku satir yang bisa dibaca sekali duduk ini sangatlah singkat namun membekas di hati para pembacanya. Sederhana, namun memiliki pesan tersirat yang teramat tegas. Kamu yang membaca cerita singkat di atas pasti sedikit banyak telah memahami apa yang terjadi kedepannya.

Tak ada ending menarik, yang tersedia hanyalah akhir yang terbuka. Karena konsep ini terus menerus berulang tanpa ada akhir.

George Orwell sendiri pernah mengaku bahwa karyanya ini bertujuaun untuk mengkritisi masa pemerintahan Stalin di Uni Soviet, di mana kala itu terlalu otoriter dan diktator. (sumber: gramedia.com)

Dan kenyataannya, hal ini tak hanya terjadi di masa itu, melainkan di masa-masa sebelum dan setelahnya. Di berbagai belahan dunia, bahkan kamu bisa melihat dengan jelas dan berkaca dengan kondisi negaramu saat ini.

Terakhir, novel yang satu ini cocok untuk siapapun. Siapapun yang merasa sudah dewasa dan mampu berpikir jernih. Siapapun yang merasa ada kekeliruan di balik ramainya isu politik yang tiada henti. 

Buku yang terkesan seperti cerita anak-anak ini akan mengajarkanmu untuk tidak mudah percaya pada apa yang telah terjadi di kursi singgasana sana, yang seolah mengambil keuntungan sambil mengatasnamakan "demi rakyat".




Potret Budaya Patriarki di Sekitar Kita



"Anak perempuan kok bangun siang?"

"Nyuci sendiri, lah! Kamu kan perempuan?"

Kamu pasti pernah mendengar kata-kata tersebut, bukan? komentar semacam ini adalah bagian dari budaya yang menganggap pekerjaan rumah hanya tanggung jawab perempuan. Seolah laki-laki tak perlu menyentuh piring kotor, sapu, atau setrika, karena "itu bukan tugas mereka."

Hak-hak perempuan yang seolah dipinggirkan. Digantikan dengan kewajiban mengalah demi anggota keluarga laki-laki berhasil dalam kehidupannya.

Budaya patriarki tanpa sadar seolah menjadi norma yang harus dipatuhi dalam kehidupan. Seolah ada aturan tak tertulis di mana laki-laki berada di puncak piramida tertinggi, sedang perempuan harus terus mendorong dari bawah agar puncak itu tetap tinggi.


Budaya patriarki di Indonesia: mengakar dari dari banyak arah

Di Indonesia sendiri, patriarki hidup dan tumbuh dari berbagai sumber. Mulai dari agama, adat istiadat, serta kebiasaan yang terjadi di masyarakat.

Aturan yang melekat di masyarakat seperti perempuan adalah penerima nafkah sedangkan laki-laki adalah pencari nafkah bisa jadi juga menjadi penyebab budaya patriarki akan terus melekat dan tak akan terpisahkan dalam kehidupan.

Polanya terus diwariskan: anak perempuan diajari melayani, anak laki-laki diajari memimpin. Lama-lama, tanpa disadari, laki-laki ditempatkan di posisi istimewa, dan itu bisa menciptakan relasi yang tidak seimbang, bahkan membuka celah kekerasan berbasis gender.


Tak ada yang salah dari laki-laki yang menjadi kepala keluarga, tapi..

Tapi tak bisa sepenuhnya melepas tanggung jawab. Tugas kepala keluarga adalah membina serta melindungi seluruh anggota keluarganya. Tak hanya serta merta menjadi pencari rezeki di luar, lantas pulang dan menjadi bak seorang bangsawan.

Semua penghuni rumah memiliki tugas dan tanggung jawabnya masing-masing, terutama dalam hal domestik. Tak ada yang tabu dalam hal membagi peran- dan sesekali saling membantu. Tak ada pula salahnya bagi seorang perempuan untuk bisa menjadi dirinya sendiri dan memiliki kesempatan di luar. Semua bisa dilakukan asal bisa saling mendukung.


Jadi, apakah budaya patriarki benar-benar bisa menghilang?

Mungkin pertanyaannya sedikit keliru. bukan bisa atau tidak, melainkan mau atau tidak. 

Patriarki tidak tumbuh begitu saja. Sebagaimana pohon yang terus tumbuh apabila terus disiram dan dirawat dengan baik, budaya patriarki juga membutuhkan pemicu untuk tetap bisa bertahan. Hentikan menyiramnya, maka ia akan layu dan menghilang.